Seorang muslim hendaknya mengembalikan setiap permasalahan dan problematika kehidupannya kepada Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam, yakni dengan mengembalikannya kepada hukum-hukum Islam yang berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih.
Sehingga jelas hukum dan jawaban dari permasalahan tersebut. Termasuk juga mengembalikan permasalahan ilmu kebal ini kepada Islam itu sendiri.
Berbagai ritual diadakan untuk mendapatkan ilmu kebal tersebut dan Pada kisah yang pertama,Ilmu Ghaib dan Supranatural Bag-1 disebutkan bahwa untuk mendapatkan ilmu kebal tersebut, mereka diwajibkan menjalankan ritual puasa selama 30-40 hari. Secara sekilas, nampaknya ritual yang dilakukan adalah ritual yang syar’i, yakni berpuasa. Tapi betulkah seperti itu? Ternyata tidak.
Cobalah periksa lebih lanjut, maka akan timbul beberapa pertanyaan berkenaan ritual yang dilakukan untuk mendapatkan ilmu kebal ini, yakni:
Adakah puasa yang lebih banyak dilakukan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam yang diajarkan oleh beliau kepada umatnya melebihi banyaknya puasa di bulan Ramadhan, yakni selama 29 atau 30 hari (satu bulan penuh)?
Setelah kita menilik hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, tidak kita jumpai beliau berpuasa lebih banyak dari bilangan di bulan Ramadhan.
Akan tetapi coba perhatikan bilangan puasa yang ditentukan oleh manusia-manusia sakti ini! Untuk mendapatkan ilmu kebal, mereka diwajibkan berpuasa selama 30-40 hari! Allaahulmusta’an.
Kemudian, hal lain yang perlu kita cermati adalah para manusia sakti tersebut diwajibkan berpuasa selama 30-40 hari untuk memperoleh kesaktian berupa ilmu kebal ini.
Apakah mereka memiliki Tuhan selain Allah ta’ala yang mewajibkan puasa untuk mendapatkan ilmu kebal? Atau apakah mereka memiliki Nabi dan Rasul yang lain selain Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam yang mensyari’atkan puasa untuk memperoleh ilmu kebal?
Jika mereka jawab tidak, lalu siapa yang mewajibkan dan mensyari’atkan mereka untuk berpuasa selama 30-40 hari untuk memperoleh ilmu kebal?
Puasa yang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam hanya ada tiga, yakni puasa wajib di bulan Ramadhan, puasa nadzar dan puasa qadha` untuk membayar hutang puasa. Selain dari tiga puasa itu tidaklah wajib hukumnya.
Maka, dari mana mereka bisa mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya?
Allah ta’ala memperingatkan kita agar tidak mengikuti selain apa yang Dia turunkan.
Allah ta’ala berfirman
اتَّبِعُواْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكُمْ مِّن رَّبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ قَلِيلاً مَّا تَذَكَّرُونَ
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti selain itu.” (QS. Al-A’raf: 3)
Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengikuti apa yang datang dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Allah ta’ala berfirman
وَمَا ءَاتٰكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهٰكُمْ عَنْهُ فَانتَهُواْ
“Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pun telah memberitahukan kepada kita bilangan bulan dalam Islam, yakni terkadang 29 hari, terkadang 30 hari. Termasuk juga bilangan hari di bulan Ramadhan adalah 29 atau 30 hari. Dan bilangan inilah bilangan puasa di bulan Ramadhan yang mana pada bulan tersebut kita diperintahkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh, yakni 29 atau 30 hari.
Lalu bagaimana mungkin para pendekar sakti itu diwajibkan berpuasa 30 bahkan sampai 40 hari untuk memperoleh ilmu kebal?
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa puasa untuk mendapatkan ilmu kebal seperti itu bukanlah ajaran Islam.
Dahulu, ketika saya masih berada di lingkungan Nahdhiyin, saya pernah mengikuti sebuah perguruan bela diri “Pagar Nusa”. Saat itu sampailah saya mempelajari tenaga dalam. Sebelum latihan tenaga dalam itu, ada beberapa bacaan yang saya dan teman-teman saya harus baca.
Di antara bacaan itu adalah ayat-ayat mu’awidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) dan beberapa bacaan lainnya yang juga berasal dari Al-Qur’an. Maka, bacaan-bacaan itulah yang harus dibaca setiap kali mengeluarkan jurus tenaga dalam tersebut.
Setelah membaca bacaan-bacaan itu, kami pun melakukan gerakan-gerakan bela diri dengan mengolah pernapasan. Terkadang kami disuruh untuk menarik napas panjang-panjang, menahannya dan mengeluarkannya. Maka, ketika kami menghentakkan tangan kanan ke depan sebagai tanda memukul, maka lawan yang berada di depan kami terhempas ke belakang tanpa harus menyentuh lawan tersebut.
Saya tidak ragu lagi bahwa kekuatan-kekuatan tersebut didapatkan dengan melibatkan bantuan jin dan jun.
Meskipun mendapatkan kekuatan itu dengan mengamalkan semua amalan-amalan yang diklaim sebagai amalan yang Islami. Akan tetapi setelah kita telisik lebih jauh, ternyata amalan-amalan tersebut tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sementara, kita dilarang meminta tolong kepada jin untuk mendatangkan manfaat atau menolak mudharat.
Allah ta’ala berfirman :وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, Maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jin: 6)
Wallahu A'lam
Posting Komentar
Mari Berkomentar Dengan Bijak,Demi Kemajuan Ilmu Kita Bersama