Kronologi Kasus Satinah, Perjuangan TKI Semarang dari Jerat Pancung
Save Satinah menggema. Gerakan sosial gencar dilakukan di darat dan jagat maya. Jadi isu nasional, Satinah, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terancam hukuman pancung di Arab Saudi. Presiden SBY bertindak, surati Raja Saudi agar bermurah hati.
Didakwa membunuh majikannya, Satinah tak berdaya. Dalam hitungan hari, ia bisa meregang nyawa. Hukuman pancung menanti, gerakan sosial terus dilakukan di dalam negeri. Bagaimana kronologi kasus memilukan itu, berikut alur benang merah yang berliku.
Adonan Roti
Kisah Satinah di negeri Arab bermula di tahun 2006. Ia berkelana mengadu nasib melalui PT Djasmin Harapan Abadi, penyalur TKI. Di Saudi, wanita asal Semarang itu ditempatkan di Provinsi Al Qassim untuk ‘menghamba’ di keluarga Nura Al Gharib.
Satinah mengaku kerap disiksa majikannya. Suatu hari di tahun 2007, ia melawan. Berlokasi di dapur, Nura tiba-tiba membenturkan kepala Satinah ke tembok. Reflek defensif, ia memukul tungkuk Nura dengan adonan roti. Sang majikan pingsan dan akhirnya meninggal setelah koma di Rumah Sakit.
Hukuman Mati
Tak bersalah, Satinah yakinkan diri ke kantor polisi. Ia mengakui perbuatannya namun didakwa dua hal. Selain pembunuhan, diduga dirinya mengambil uang majikan sebesar 37.970 riyal. Selang tahun 2009 – 2010, peradilan berlangsung. Alhasil, atas dakwaan pembunuhan berencana, awalnya Satinah direncanakan dihukum mati Agustus 2011.
Pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Lewat sejumlah pendekatan mereka meminta pihak keluarga agar sudi memaafkan. Pihak Arab Saudi juga diminta untuk membujuk keluarga Nura. Pembayaran uang darah atau diyat dilayangkan sebagai kompensasi hukuman pancung.
Rp 21 Miliar
Tak menyerah lakukan segala cara, akhirnya pendekatan pemerintah berbuah hasil. Campur tangan mereka buat Satinah mendapat perpanjangan waktu hingga tiga kali. Sejak tahun 2011, sudah diundur mulai Desember 2011, Desember 2012, dan Juni 2013. Akhirnya, keluarga korban setuju dengan pembayaran diyat.
Namun, permintaan itu juga tidak sedikit. Meski pihak keluarga Nura sempat menurunkan hingga tiga kali, jumlah Rp 21 miliar cukup besar. Awalnya, keluarga korban meminta 15 juta riyal (Rp 45 miliar) yang kemudian turun jadi 10 juta riyal (Rp 30 miliar).
Terakhir, uang diyat turun menjadi 7 juta riyal atau Rp 21 miliar. Tanggal 3 April 2014 adalah tenggat waktu terakhir batas pembayaran diyat. Jika tidak, Satinah bisa celaka.
Save Satinah
Pemerintah telah berupaya maksimal dalam kasus ini. Soal uang diyat, mereka telah anggarkan Rp 12 miliar. Kurang Rp 9 miliar, sejumlah aksi dan gerakan penggalangan dana muncul. Dari ini, maka lahirlah Save Satinah.
Di jagat maya, tagar #SaveSatinah berkibar. Di darat, aksi galang dana menggelora. Di sejumlah kota-kota di tanah air, gerakan tersebut terus dilakukan.
3 April 2014 tinggal hitungan hari. Dana kurang Rp 9 miliar terus dicari. Segenap warga Indonesia diharap membantu perjuangan TKI Semarang yang kurang beruntung. Sudah tiga tahun Satinah berjuang untuk lolos jerat pancung.
Sumber Informasi
Posting Komentar
Mari Berkomentar Dengan Bijak,Demi Kemajuan Ilmu Kita Bersama